Minggu, 31 Oktober 2010

Keseimbangan antara Lisan, Nafs dan Perbuatan

Dakwah adalah jalan yang ditempuh Rasululloh hingga akhir hayatnya. Tak tampak pada beliau satu kekurangan pun. Beliaulah manusia paling sempurna. Ajarannya yang indah senatiasa merasuk dalam kalbu insan yang mempelajari KitabNya [AlQur’an] dan Sunnah beliau. Tak pernah tampak pada beliau suatu keganjilan atau katimpangan dalam setiap langkah yang beliau jejaki. Dalam Lisan, Hati juga Perbuatan yang menjadi suritauladan bagi kita semua.
Lalu bagaimana dengan jihad dan dakwah kita?
Sudahkah kita meniru beliau dalam segala hal? Rasululloh bersabda: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam suri tauladan yang baik untukmu [H.R. Bukhori]”. Tidak sepantasnya kita mencari seseorang untuk dijadikan tauladan dalam bertutur, bersikap serta dalam hal menata hati. Apa lagi bagi umat muslim yang diwajibkan atasnya saling mengingatkan [dalam hal ini berhubungan dengan lisan, nafsiyah maupun perbuatan]. Kewajiban dan urgensi itu telah dijelaskan dalam AlQur’an yaitu: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.[Ali ‘Imran 3: 104]”. Maksudnya segolongan umat itu adalah umat nabi Muhammad, yaitu kaum muslimin.
Sudahkah kita benar?
Sungguh kebenaran itu hanya milik Allah semata. Janganlah pernah kita sedikit pun sombong akan apa yang kita miliki atau pengetahuan – yang sedikit – yang kita rengkuh dalam perjalanan mencari kebenaran ini. Allah berfirman: Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. [AlBaqarah 2:151]”. Kita sebenarnya adalah insan yang tidak tahu menahu tentang apapun sebelum Allah mengutus Rasul sebagai penerang dalam kegelapan ilmu dan pengetahuan mengenai keberadaanNya juga ke-EsaanNya sera dalam hal bagaimana manusia melakukan itu dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Rasululloh diutus memang untuk itu, menjadi peringatan bagi untuk kita semua dan menunjukan bahwa ilmu yang sebenarnya bukanlah milik Rasulullah, melainkan milik Allah semata. Oleh karena itu, Allah Swt. menjelaskan KekuasaanNya terhadap sesuatu serta eksistensiNya mengenai jagat raya beserta isi dan ilmuNya dalam Ayat AlQur’an: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.[AlBaqarah 2:255]”.

Apa yang harus kita lakukan?
Yang pertama adalah kembalikan segalanya pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena kita tidak ada daya upaya dalam memikirkan dan memutuskan sesuatu. Selanjutnya, jadikanlah apa yang kita lisankan sesuai dengan hati serta perbuatan yang kita lakukan. Seperti sabda Rasululullah: Peliharalah (perintah dan larangan) Allah, niscaya kamu akan selalu merasakan kehadiran-Nya. Kenalilah Allah waktu kamu senang, niscaya Allah akan mengenalimu waktu kamu dalam kesulitan. Ketahuilah, apa yang luput dari kamu adalah sesuatu yang pasti tidak mengenaimu dan apa yang akan mengenaimu pasti tidak akan meleset dari kamu. Kemenangan (keberhasilan) hanya dapat dicapai dengan kesabaran. Kelonggaran bersamaan dengan kesusahan dan datangnya kesulitan bersamaan dengan kemudahan. (HR. Tirmidzi).
Peringatan dalam lisan Allah berfirman: “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.[AlIsraa’ 17:53]”, “…ucapkanlah perkataan yang baik,[Al Ahzab 33:32]. Begitulah Allah menjelaskan kita dalam beretika lisan. Rasulullah pun mengingatkan kita dalam etika berbicara, Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbicara yang baik atau diam…[Shahih Muslim No.69]”. maka dari itu, penting bagi kita berhati-hati dalam berucap dan bertutur kata. Lebih baik kita berkata yang thoyib dari pada kita berbicara yang tidak perlu, lebih baik diam.
Dalam hal hati pun Allah berfirman: “…Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. [Ar-Ra’d 13:28]. Juga Rasulullah dalam haditsnya: Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati." Muttafaq Alaihi.. oleh karenanya, marilah kita tata hati ini sebaik mungkin. Hilangkan semua penyakit-penyakit hati yang membuatnya sakit dan hancur lalu mati. Jadikan hati ini cerminan amal kita sehari-hari dengan mengacu pada Rasulullah sebagai suri tauladan. Jangan biarkan nafsu syaithan mengalahkan semuanya. Jangan sampai hati ini menjadi mayyit. Senantiasalah mengingat Allah dan menyucikan hati dengan nmengabdi hanya semata-mata pada Allah. Dan mengakui kelemahan diri serta mengakui keberadaanNya secara Rububiyah maupun Uluhiyah serta Tauhid Asma wa SifatNya. Niscaya hati akan seimbang dengan lisan kita.
Adapun perbuatan, adalah amal yang dilakukan oleh manusia. Tidak lepas dari peran syariat Allah dalam mengaturnya. Tubuh ini hanyalah bagian dari kita yang terlihat dan bagian dari ciptaaNya juga. Lalu apa arti dari kesombongan yang membuat kita yakin akan aturan lai selain syariatnya yang mengatur tubuh ini dalam keseharian kita. Allah berfirman: “…putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…[Al Maa’idah 5:48]”.
Maka dari itu, lisan, hati serta perbuatan kita haruslah seimbangan dalam hubungannya satu dengan yang lainnya. Sehingga ada suatu keterikatan akhlaq al kariimah. Dengan demikian, kita tidak akan dicap sebagai manusia NATO [No Action Talk Only], juga kita akan senantiasa mendapatkan ketenangan dalam menghadapi apa pun yang orang katakan tentang kita. Karena itulah kebenaran yang datangnya dari Allah Swt dan RasulNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar