Selasa, 02 November 2010

Tolak Kedatangan Obama ke Indonesia!!

Obama memastikan berkunjung ke Indonesia. Selain kunjungan kenegaraan, kedatangan Obama juga berbau sentimental. Rencananya Obama akan mengajak istri dan anaknya untuk melihat tempat nostalgia Obama ketika kecil.
Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal mengatakan, dalam kunjungan ini Presiden SBY dan Obama akan meluncurkan kemitraan komprehensif strategic partnership yang dinamakan OPIC alias Overseas Private Investment Corporation atau perjanjian di bidang investasi. Kedua negara juga akan mempererat hubungan di segala bidang. Isu terorisme tentu juga menjadi agenda penting dalam pertemuan ini.
Pro-kontra menjelang kedatangan Obama pun bergulir. Pihak yang pro mengatakan kunjungan Obama ini akan meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional karena Indonesia dianggap partner AS. Kunjungan Obama juga akan mengokohkan citra leadership Indonesia di Asia Tenggara. Apalagi Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk ke dalam G-20. Ada juga yang menggunakan argumentasi agama, dengan mengatakan, kita sebagai bangsa religious, bukankah diperintahkan untuk menyambut tamu dengan baik?
Dalam hubungan antarnegara, yang tidak boleh kita lupakan, setiap kebijakan politik luar negeri suatu negara pasti ditujukan untuk kepentingan negara itu. Apalagi Amerika yang berbasis ideologi Kapitalisme. Politik luar negeri negara kapitalis seperti AS bertujuan untuk menyebarluaskan dan mengokohkan ideologi Kapitalisme di seluruh dunia. Metode baku yang mereka gunakan adalah penjajahan (imperialisme) dalam berbagai bentuknya—ekonomi, politik ataupun budaya. Dengan cara itulah negara kapitalis bisa eksis.
Dulu Bush dalam pidatonya dengan tegas pernah mengatakan, penting untuk menyebarluaskan demokrasi dan liberalisme untuk mempertahankan kepentingan AS. Hal senada dikatakan Obama pada Mei 2009, yang dalam pidatonya pernah bersumpah untuk melindungi rakyat Amerika dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Amerika (http://www.globalsecurity.org).
Tentu terlampau naif kalau kita hanya melihat kunjungan Obama sebagai kunjungan nostalgia. Tujuan kedatangan Obama tidak lain untuk mengokohkan keberadaan Indonesia sebagai negara sekular yang mengadopsi nilai-nilai Kapitalisme AS sekaligus merupakan dukungan terhadap pemimpin politik negeri ini. Menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis seharusnya dibaca sebagai upaya AS merangkul Indonesia sebagai ‘sahabat’ AS dalam mengokohkan penjajahan Kapitalismenya. Sebab, siapa yang sebut teman oleh AS adalah negara-negara yang sejalan dengan nilai dan kepentingan AS. Sebaliknya, AS akan melabeli musuh dengan julukan teroris, fundamentalis atau militan kalau negara itu tidak sejalan dengan kepentingan Amerika.
Secara politik, keberadaan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tentu sangat penting bagi Amerika. Indonesia diformat sebagai model negara Muslim yang dengan sukarela mengadopsi nilai-nilai Kapitalisme. Negara Paman Sam ini berharap, negara Muslim lain melakukan hal yang sama. Amerika ingin menunjukkan bahwa nilai-nilai Kapitalisme tidaklah bertentangan dengan kepercayaan umat Islam. Tidak aneh kalau Indonesia selalu dipuji-puji sebagai negara moderat yang berhasil memadukan nilai-nilai liberalisme dengan keislaman.
Dalam posisi seperti ini Indonesia tidak lain telah menjadi pion kebijakan belah bambu (carrot and stick policy). Amerika memberikan penghargaan terhadap negeri Muslim yang mendukung AS—seperti Indonesia—dengan memujinya, mengangkat posisinya dan membangun citra positif terhadap negara itu. Sebaliknya, AS memberikan hukuman dengan menjatuhkan bom, menyiksa dan membunuh warga sipil negara-negara yang tidak sejalan dengan kepentingan AS, seperti yang dilakukan AS di Irak, Afganistan, Pakistan dan Sudan. AS memanfaatkan Indonesia untuk menutupi ‘wajah kejamnya’ yang melakukan penjajahan di negeri-negeri Islam. AS pun menggunakan hubungannya dengan Indonesia untuk membangun citra baik AS di Dunia Islam.
Dimunculkan kesan suara Indonesia adalah suara dari negara independen dan negeri Muslim, tetapi sesungguhnya mendukung AS. Dalam isu Palestina Indonesia menyuarakan dua negara (sama dengan yang disuarakan AS). Indonesia pun mendukung konferensi di London yang membicarakan masa depan Afganistan. Padahal konferensi itu adalah pertemuan Barat untuk mengokohkan penjajahannya di negeri Muslim itu.
Wajar kalau kita mempertanyakan sikap anti penjajahan Indonesia dalam politik luar negerinya. Bagaimana mungkin Indonesia menyambut dengan baik kepala negara imperialis yang hingga kini masih menjajah berbagai kawasan dunia, termasuk Dunia Islam. Sampai kini, di bawah pemerintahan Obama, ribuan tentara AS masih bercokol di Irak yang secara sistematis membunuh banyak rakyat sipil. Obama malah mengirimkan pasukan tambahan ke Afghanistan dan Pakistan, yang berarti akan memperbanyak terbunuhnya kaum Muslim di sana.
Sikap Obama terhadap Israel juga tidak jauh berbeda dengan Bush. Hingga saat ini Obama tetap mendukung institusi teroris zionis Israel yang secara sistematis melakukan pembantaian massal terhadap umat Islam di sana. Obama malah membela tindakan Israel sang penjajah sebagai tindakan membela diri.
Secara ekonomi AS juga melakukan penjajahan dengan mengeksploitasi kekayaan alam Dunia Ketiga termasuk negeri Islam. Di Indonesia, atas nama investasi asing dan perdagangan bebas, perusahaan asing termasuk AS mengeksploitasi barang tambang negeri kita di Papua, Aceh, Riau, Cepu, Blok Natuna dan berbagai kawasan lainnya. Bukankah ini penjajahan ekonomi?
Karena itu, kita mempertanyakan pihak yang berupaya membela kedatangan Obama dengan menganggap dia tamu. Benar, kita harus memuliakan tamu, kalau tamu itu adalah tamu yang baik. Namun, kalau yang datang kepada kita adalah pembantai umat Islam dan pengekploitasi kekayaan alam Dunia Islam termasuk Indonesia, akankah kita menyambutnya dengan baik. Relakah kita bersalaman dengan tangan pembunuh yang masih berlumurun darah kaum Muslim? [Farid Wadjdi] www.hizbut-tahrir.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar