Tampilkan postingan dengan label Syariah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syariah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 November 2010

Pentingnya Negara Menegakkan Syariah

Sebagaimana yang diberitakan Republika online (24/02/2008), Ketua umum Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan partai yang dipimpinnya juga ingin menegakkan “syariah” (hukum agama) Islam. “Tapi, syariah Islam itu ditegakkan tanpa negara Islam. Selama ini, saya jumatan (salat Jumat) atau puasa Ramadhan bukan karena UU,” katanya di hadapan belasan ribu massa PKB se-Jatim seperti dilaporkan Antara di Surabaya, Ahad.
Menurut mantan presiden itu, para fundamentalis menilai penegakan syariah tanpa negara Islam itu merupakan pelanggaran terhadap Islam, padahal itu justru menunjukkan mereka tidak paham tata negara. “Negara kita bukan milik satu orang atau sekelompok orang, tapi milik bersama, karena itu NU sejak Muktamar di Banjarmasin pada tahun 1935 sudah menegaskan bahwa mendirikan negara Islam itu tidak wajib,” katanya.
Pernyataan seperti ini memang sering kita dengan dengar untuk menolak kewajiban penegakan syariah oleh negara. Dimunculkan anggapan syariah Islam bisa ditegakkan tanpa melalui negara Islam. Termasuk anggapan tidak memungkinkan penegakan syariah Islam di Indonesia, karena Indonesia merupakan negara yang plural , terdiri dari berbagai agama, suku, dan bangsa.
Yang penting kita luruskan dahulu adalah syariah Islam seperti apa yang wajib kita tegakkan. Tentu saja syariah Islam yang menyeluruh, bukan parsial. Kita wajib menegakkan seluruh syariah Islam, bukan hanya kewajiban ibadah mahdoh seperti sholat, shaum atau haji. Tapi juga syariah Islam yang mengatur aspek mua’amalah seperti ekonomi, pemerintahan, pendidikan, sistem sosial,sanksi pidana dll.
Untuk penerapan syariah Islam secara menyeluruh mutlak membutuhkan negara yang didasarkan pada Islam . Memang ada hukum-hukum yang bisa kita laksanakan, meskipun dalam negara sekuler sekarang, seperti melaksanakan sholat, shaum , zakat dan menunaikan ibadah haji. Akan tetapi banyak hukum lain yang membutuhkan negara untuk menerapkannya. Sebagai contoh, siapa yang akan menjatuhkan sanksi bagi orang yang tidak sholat ? atau menjatuhkan sanksi bagi yang di depan umum di siang hari seorang muslim di bulan ramadhan makan dan minum tanpa alasan syar’i ? Jelas dalam hal ini negara menjadi penting.
Dalam sistem sekuler seperti sekarang, memang kita bisa menunaikan kewajiban zakat. Namun siapa yang akan memberikan sanksi bagi mereka yang tidak mau menunaikan zakat, padahal dia sudah memenuhi nishab dan haulnya ? Disinilah peran negara untuk memberikan sanksi bagi yang melanggar syariat Islam. Termasuk dalam hal ini adalah untuk menerapkan hukuman qishos bagi pembunuh, rajam bagi pezina, potong tangan bagi pencuri, tentu membutuhkan negara untuk m
enerapkannya.Yang mengadilinya haruslah pengadilan negara, bukan pengadilan jalanan.
Berkaitan dengan kewajiban negara untuk menjatuhkan sanksi ini tidak ada hubungan dengan apakah yang dijatuhkan sanksi ikhlas atau tidak. Kewajiban negara adalah menjatuhkan hukuman bagi para pencuri , pezina, atau pembunuh, negara tidak perlu menanyakan kepadanya apakah dia ikhlas atau tidak menerima hukuman itu. Adapun bagi terpidana yang dijatuhi hukuman, kalau dia ikhlas menerimanya, hukuman itu akan mengugurkan dosanya. Namun, sekali lagi hukuman tetap diterapkan lepas dari apakah terhukum ikhlas atau tidak. Karena memang, berkaitan dengan hukuman negara pastilah bersifat memaksa.
Kebutuhkan mutlak negara Islam, tampak jelas untuk menerpakan syariah Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Tentunya adalah wewenang negara untuk menerapkan mata uang apa yang berlaku di sebuah negara. Dalam daulah Khilafah Islam negara akan menetapkan mata uang yang berlaku adalah mata uang emas dan perak (dinar dan dirham. Bisa kita bayangkan kalau dalam satu negara banyak mata uang yang berlaku berdasarkan kelompok atau individu.
Termasuk dalam hal menerapkan hukum Islam dalam masalah pemilikan (al milkiyah). Sebagai contoh, untuk menetapkan bahwa dalam pemilikan umum (al milkiyah ‘amah) seperti air, listrik, tambang emas, minyak, tidak boleh dimiliki oleh inidividu , swasta , atau asing. Negara Khilafah pun nantinya akan melarang investas asing dalam bidang strategis seperti pemilikan umum. Jelas perlu peran negara. Negaralah yang mengawasi penerapan hukum itu dan menjatuhkan sanksi bagi yang melanggar.
Mungkin ada yang beragumentasi, memang kita butuh negara, tapi tidak harus negara Islam. Justru, bagi yang berpendapat seperti ini pantas kita pertanyakan pengetahuan tata negaranya. Sebab sudah sangat jelas, dasar negara akan menentukan hukum negara dan kebijakan negara. Sebuah negara yang berasas komunisme, tentu saja hukum yang berlaku hukum komunisme , demikian juga kebijakan negara. Sama halnya sebuah negara yang berasas sekuler kapitalisme, tentu hukum yang berlaku hukum sekuler dan kebijakan yang sejalan dengan kapitalisme. Karena itu, adalah mustahil menginginkan penerapan syariah Islam secara menyuluruh (bukan hanya individu), kalau asas negaranya komunis atau sekuler- kapitalis. Tidak mengherankan dalam masalah tata negara, kedaulatan ditangan siapa akan sangat menentukan bentuk, dan arah sebuah negara.
Penerapan syariah Islam oleh negara , bukan berarti bahwa negara Khilafah hanyalah untuk kelompok tertentu atau orang tertentu saja. Daulah Islam Madinah yang dipimpin oleh Rosulullah merupakan bukti yang gamblang. Saat itu meskipun yang berlaku adalah hukum Islam, masyarakat Madinah bukanlah homogen, hanya muslim saja. Disana terdapat orang Yahudi, Musyrik, dan berbagai kabilah. Bisa disebut sepanjang sejarah kekhilafahan yang menerapkan syariah Islam, tidak pernah ada masa dimana seluruh penduduknya beragama Islam.
Khilafah Islam yang terbentang melintasi benua tentu akan mengumpulkan berbagai bangsa , warna kulit, agama dan keyakinan. Seperti yang disampaikan Carleton : Peradaban Islam merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adi daya dunia (superstate) terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya , dengan perbedaan kepercayaan dan suku (Carleton : “ Technology, Business, and Our Way of Life: What Next)
Kekuasaan Daulah Khilafah Islam menyebar mulai dari jazirah Arab, Persia, India , Kaukasus, hingga mencapai perbatasan Cina dan Rusia. Membebaskan Syams bagian Utara , Mesir, Afrika Utara, Spanyol , Anatolia, Balkan, Eropa Selatan dan Timur, hingga digerbang Wina di Australia.Meingintegrasikan kawasan beragama Kristen ( Byzentium, Ethiopia, Kipti Mesir, Syam dan Bushra); Majusi-Zoroaster (Persia, Bahrain, Oman, Yamamah,Yaman), confusius (China) dan Hindu (India). Mengintegrasikan berbagai ras, suka, dan warna kulit : semetik (Arab, Syriani, Kaldean), Hametik (Mesir, Nubia, Berber dan Sudan); Aria (Parsia, Yunani, Spanyol dan India), Tourani (Turki dan Tartar)
Hal ini gampang dipahami, sebab syariah Islam bukanlah hanya untuk orang Islam, tapi manusia. Islam sebagai rahmat lil ‘alamin, artinya Islam untuk seluruh manusia (lihat tafsir Fathul Qadhir) . Karena itu , Daulah Khilafah saat menjalankan kebijakannya, tidaklah melihat suku, bangsa, atau agamanya. Siapapun mereka kalau menjadi warga negera daulah Khilafah akan dijamin terpenuhi kebutuhan pokoknya, dijamin pendidikan dan kesehatan gratis. Siapapun warga negaranya akan dijamin keamanannya oleh negara Khilafah. Warga non muslim pun dibolehkan beribadah menurut agamanya, makan, minum, dan menikah berdasarkan keyakinan agamanya. Namun, dalam masalah publik mereka harus tunduk kepada hukum negara yang berdasarkan syariah Islam.
Mengingat pentingnya Khilafah ini, wajar kemudian kalau ulama-ulama dan pemimpin umat Islam terdahulu segera bereaksi saat Khilafah Islam diruntuhkan tahun 1924. Pemimpin Syarikat Islam (SI ) HOS COKROAMINOTO mengatakan Khilafah adalah hak bersama muslimin bukan dominasi bangsa tertentu, karenanya, bila umat tidak memiliki Khilafah, seperti badan tidak berkepala .
Di Indonesia bahkan dibentuk komite Khilafah yang berpusat di Surabaya. Komite ini diketuai Wondoamiseno dari Syarikat Islam dan KH Abdul Wahab Hasbullah (yang kemudian mendirikan NU). Pada 13-19 mei 1926 kongres dunia Islam di Kairo ; utusan dari Indonesia H. Abdullah Ahmad, H. Rosul (tokoh Sumatera) . Sementara itu pada 1 Juni 1926 : kongres Khilafah di Makkah utusan Indonesia : HOS Cokroaminoto (SI) , KH Mas Mansur (Muhammadiyah) . Dan Tahun 1927 : kongres Khilafah di Makkah utusan Indonesia H. Agus Salim. Semua ini dilakukan para pemimpin dan ulama kita mengingat semuanya menyadari bahwa Khilafah adalah persoalan penting.
Sejarah Khilafah tentu saja tidak cemerlang semua, ada pasang surut, ada kholifah yang menyimpang disamping banyak kholifah yang lurus. Sebab sistem Khilafah dipimpin oleh Kholifah yang juga manusia. Namun menutupi kecemerlangan sejarah Khilafah yang luar biasa, jelas adalah kebohongan yang juga luar biasa. Kutipan ini penting untuk kita renungi : ” Para Kholifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Kholifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapapun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setalah masa mereka ” (Will Durant – The Story of Civilization) (Farid Wadjdi)
Jauhar Al-Zanki

Senin, 01 November 2010

10 Alasan Mengapa Wanita Tidak Mau Berjilbab

llah telah mewajibkan hijab atas setiap wanita demi melindungi kesuciannya dan menjaga kehormatannya serta menjadi pertanda bagi keimanannya. Oleh karena itu masyarakat yang jauh dari manhaj Allah dan menyimpang dari jalan-Nya yang lurus adalah masyarakat yang sakit, memerlukan pengobatan yang dapat mengantarkannya kepada kesembuhan dan kebahagiaan. Diantara bentuk penyakit yang sangat menyedihkan adalah tersebarnya fenomena sufur (keberadaan wanita keluyuran diluar rumah) dan tabarruj (terbukanya aurat wanita, rambut, leher, wajah, lengan, kaki dan segala perhiasan dan dandanannya). Sangat disayangkan, fenomena tidak sehat ini telah menjadi ciri khas masyarkat Islam, meskipun pakaian islami masih tersebar didalamnya. Maka pertanyaannya adalah: mengapa masyarakat sampai pada penyimpangan seperti ini? Mengapa kaum muslimah memilih untuk tidak berhijab, menutup aurat dan melindungi harga diri, kesucian dan kehormatan?
Untuk menjawab pertanyaan yang kami lontarkan kepada beberapa kelompok remaja putri ini ternyata hasilnya ada sepuluh alasan pokok, yang kalau kita cermati ternyata kesepuluh alasan itu sangat rapuh dan lemah.
Berikut ini kesepuluh alasan mereka beserta tanggapannya.
Alasan pertama. Kelompok pertama mengatakan, 'Saya belum yakin dengan hijab.'
Maka kita ajukan dua pertanyaan:
Pertama: Apakah mereka secara mendasar telah yakin dengan keberadaan Islam? Jawabannya pasti "Ya", karena ia mengucapkan لا إله إلا الله. Ini berarti mereka telah yakin dengan aqidah Islam. Dan mereka juga telah mengucapkan محمد رسول الله, ini berarti mereka telah yakin dengan syariat Islam. Jadi mereka telah menerima syariat Islam sebagai aqidah, syariat dan jalan hidup.
Kedua: Apakah hijab termasuk bagian dari syariat Islam dan kewajibannya?
Seandainya mereka ikhlas dan mencari kebenaran dalam masalah ini tentu mereka akan mengatakan "Ya", karena Allah yang kita imani sebagai satu-satunya sesembahan yang benar telah memerintahkan hijab didalam kitab suci-Nya, dan Rasul saw yang kita imani sebagai utusan Allah telah memerintahkan hijab didalam sunnahnya.
Alasan kedua. Wanita kedua mengatakan: "Saya telah yakin dan menerima kewajiban syariat hijab, akan tetapi ibu saya melarang saya untuk memakainya, kalau saya mendurhakainya pasti saya masuk neraka."
Alasan ini telah dijawab oleh makhluk Allah yang paling mulia yaitu Rasulullah saw dalam ungkapannya yang sangat singkat dan bijak:
« لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ »
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal mendurhakai sang pencipta."
Kedudukan kedua orang tua terutama ibu adalah sangat tinggi dan luhur, bahkan Allah menyandingkannya dengan perkara yang paling agung yaitu ibadah menyembah kepada-Nya dan bertauhid kepada-Nya, dalam banyak ayat sebagaimana firman Allah:
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak." (al-Nisa': 36)
Jadi taat kepada kedua orangtua tidak dibatasi oleh apapun kecuali satu hal yaitu jika keduanya memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah. Allah swt berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلىَ أَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا
"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti kedunya." (Luqman: 15)
Dan ketidak taatan kepada keduanya dalam hal maksiat tidak menjadi penghalang bagi anak untuk berbuat baik kepada keduanya. Allah swt berfirman:
وَصَاحِبْهُمَا فِيْ الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا
"Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." (Luqman: 15)
Alasan ketiga. Wanita ketiga mengatakan: "Udara panas di negeri kami, saya tidak tahan, bagaimana jika saya memakai hijab?!
Kepada orang-orang seperti ini Allah I mengatakan:
قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُوْنَ
"Katakanlah: "Api nereka Jahannam itu lebih sangat panas(nya) jikalau mereka mengetahui." (At-Taubah: 81)
Bagaimana bila engkau bayangkan antara panasnya negerimu dengan panasnya api jahannam?
Ketahuilah bawa setan telah membelitmu dengan salah satu tipu dayanya yang rapuh agar kamu terbebas dari panasnya dunia menuju panasnya neraka. Selamatkanlah dirimu dari jerat-jerat setan, jadikanlah teriknya matahari sebagai nikmat bukan sebagai siksa, karena ia mengingatkanmu kepada dahsyatnya adzab Allah pada hari dimana panasnya melebihi penasnya dunia dengan berlipat-lipat ganda.
Alasan keempat. Wanita keempat mengatakan: "Saya takut bila saya berhijab sekarang maka suatu saat nanti saya akan melepaskannya sebab saya melihat banyak yang melakukan seperti itu."
Kepadanya kita katakan: "Seandainya semua manusia berfikir dengan logika seperti ini tentu mereka meninggalkan agama ini secara total, tentu mereka telah meninggalkan shalat, karena sebagian mereka khawatir meninggalkannya. Tentu mereka juga tidak mau berpuasa karena banyak dari mereka khawatir jika suatu saat akan meninggalkannya … dst. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana sekali lagi setan menjeratmu dengan jaring-jaringnya yang rapuh agar kamu meninggalkan cahaya hidayah?
Rasulullah saw bersabda: "Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling langgeng meskipun sedikit." Mengapa engkau tidak mencari faktor-faktor yang membuat mereka itu menanggalkan hijabnya, supaya engkau dapat mengatasi dan menanggulanginya?"
Alasan kelima. Wanita kelima mengatakan: "Saya khawatir, jika saya mengenakan pakaian syar'i, saya akan dicap sebagai kelompok tertentu, sedangkan saya tidak suka tahazzub (berpecah belah atas dasar fanatisme golongan)."
Sesungguhya didalam Islam itu hanya ada dua hizib (kelompok) tidak ada yang lain. Keduanya disebutkan oleh Allah didalam kitab sucinya. Hizib pertama disebut dengan hizbullah. Yaitu orang yang ditolong oleh Allah kerena ia mentaati perintah-perintah-Nya dan manjauhi larangan-larangan-Nya. Kelompok kedua disebut hizbusysyaithon yaitu orang yang mendurhakai Allah, mentaati setan dan banyak berbuat kerusakan dimuka bumi. Ketika engkau mematuhi perintah Allah yang diantaranya adalah hijab maka engkau tergabung dalam hizbullah yang beruntung. Dan ketika engkau bertabarruj menampakkan kecantikanmu maka engkau suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar telah naik diatas perahu setan bersama rombongan mereka dari kelompok munafiqin dan kuffar. Sungguh mereka adalah seburuk-buruk teman.
Alasan keenam. Wanita keenam mengatakan: "Ada yang mengatakan kepada saya: "JIka kamu berhijab maka tidak ada laki-laki yang menikahimu." Oleh karena itu saya tanggalkan dulu masalah hijab ini hingga saya menikah."
Ukhti, sesungguhnya suami yang menginginkanmu keluar rumah dengan membuka aurat, dan bermaksiat kepada Allah adalah suami yang tidak layak untukmu, suami yang tidak cemburu atas kehormatan Allah, tidak cemburu atas dirimu, dan tidak menolongmu untuk dapat memasuki surga dan selamat dari neraka.
Sesungguhnya rumah tangga yang dibangun diatas dasar maksiat kepada Allah dan diatas kemurkaan-Nya adalah pantas bagi Allah untuk menulisnya sebagai keluarga yang sengsara di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah swt:
وَمَنْ أعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yag sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 124)
Setelah itu, sesungguhnya pernikahan itu adalah nikmat dari Allah yang dianugerahkan kepada siapapun yang Dia kehendaki, betapa banyak wanita berhijab yang menikah, betapa banyak wanita yang safirah (sering keluar rumah) mutabarrijah (membuka aurat, kecantikannya) tidak menikah. Apabila kamu mengatakan, bahwa sufurku dan tabarrujku adalah sarana bagi tujuan yang suci yaitu pernikahan, maka tujuan yang suci tidak menghalalkan cara-cara yang rusak dan maksiat dalam Islam. Apabila tujuan mulia maka saranapun harus mulia karena kaedah dalam Islam:
الْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ : "Washilah (sarana) itu memiliki hukum seperti hukum maksud (tujuan)
Alasan ketujuh. Wanita ketujuh mengatakan: Saya mengetahui bahwa hijab itu wajib, akan tetapi saya akan komitmen dengannya setelah Allah memberikan hidayah nanti."
Tanyakan kepada ukhti ini, apa langkah-langkah yang ia tempuh agar mendapatkan hidayah dari Allah ini?!
Kita mengetahui bahwa Allah I menjadikan segala sesuatu itu ada sebabnya. Oleh karena itu orang yang sakit minum obat supaya sembuh, seorang musafir naik kereta atau kendaraan supaya sampai ketempat tujuan dst. Apakah ukhti ini benar-benar jujur telah mengikuti jalan hidayah dan mengerahkan kemampuannya untuk sebab-sebab yang dapat mengantarkan kepada hidayah? Seperti berdo'a kepada Allah secara ikhlash sebagaimana firman Allah swt:
إاِهْدِنَا الصِّراطَ الْمُسْتَقِيْمَ
"Tujukilah kami kepada jalan lurus." (Al-Fatihah: 6)
Seperti berteman dengan wanita-wantia shalihah, kerena mereka adalah sebaik-baik penolong untuk mendapatkan hidayah dan mempertahankannya, sehingga ia betul-betul komitmen dengan perintah-perintah Allah, dan memakai hijab yang diperintahkan oleh Allah kepada wanita-wanita beriman.
Alasan kedelapan. "Wanita kedelapan mengatakan: "Belum waktunya saya memakai hijab, karena saya masih kecil, nanti kalau saya sudah besar dan sudah haji saya akan berhijab."
Ketahuilah ada satu malaikat yang berdiri didepan pintumu sedang menunggu perintah Allah. Dia akan bertindak cepat dan tepat kapan saja dari detik-detik kehidupanmu jika ketentuan Allah telah tiba.
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ
"Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya." (al-A'raf: 34)
Kemudian tidak pandang bulu, besar ataupun kecil. Bisa saja ajal menjemputmu ketika kamu masih bermaksiat kepada Allah dengan maksiat besar seperti ini; kamu melawan Allah dengan sufur dan tabarrujmu.
Alasan kesembilan. Wanita kesembilan mengatakan: "Kemampuan finansialku terbatas, sehingga aku tidak mempu mengganti baju-bajuku dengan pakaian-pakaian yang syar'i.
Kepada ukhti ini kita katakan: "Untuk mendapatkan ridha Allah dan untuk mendapatkan surga-Nya, semua yang mahalpun terasa tidak ada harganya; harta dan jiwa tidak ada nilainya. Dan ingat Allah pasti menolong hamba-hamba-Nya yang taat. Barangsiapa yang bertakwa pasti Allah berikan jalan keluar dan kemudahan.
Alasan kesepuluh. Akhirnya wanita kesepuluh mengatakan: "Saya tidak berhijab karena mengamalkan firman Allah I:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (al-Dhuha: 11)
Bagaimana saya harus menyembunyikan nikmat kecantikan yang telah Allah berikan kepada saya seperti rambut yang lembut, paras yang cantik dan kulit yang indah?!
Kita katakan: Ukhti ini bersedia mengikuti firman Allah dan komitmen dengan perintah Allah, tetapai sayang selama itu sesuai dengan hawa nafsunya dan menurut pemahaman yang semaunya. Dan meninggalkan perintah-perintah dari sumber yang sama ketika tidak bernafsu kepadanya. Jika tidak mengapa tidak mematuhi perintah Allah swt:
وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (An-Nur: 31)
Dan firman Allah swt:
يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (keseluruh tubuh mereka)." (al-Ahzab: 59)
Sesungguhnya nikmat Allah yang terbesar adalah nikmat iman dan hidayah. Lalu mengapa engkau tidak menampakkan dan memperbincangkan nikmat Allah yang terbesar ini yang diantaranya adalah hijab syar'i.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Allah, janganlah Engkau simpangkan hati kami ini setelah Engkau berikan hidayah kepada kami dan anugerahkanlah kepada kami dari sisi-Mu sebuah rahmat, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi."


Sumber: Majalah Qiblati Edisi 2 th.I